Bonari
Nabonenar merupakan salah satu pembicara dalam Kongres Sastra Jawa IV di
Universitas Negeri Semarang yang diselenggarakan pada 4-5 November 2016. Ia
lahir di Trenggalek tahun 1964. Ia merupakan pengelola sastrajawa.co dan grup
FB Sastra Jawa Gagrag Anyar, sekaligus sekertaris OPSJ (Organisasi Pengarang
Sastra Jawa).
Seusai
acara seminar sesi I pada hari kedua KSJ IV, Sabtu (5/11) pukul 12.15 WIB,
Bonari berhasil diwawancarai. Berikut ini adalah wawancara dengan Bonari
Nabonenar dalam Kongres Sastra Jawa IV di Kampung Budaya Unnes.
1. " Bapak
merupakan pengelola laman sastrajawa.co, bagaimana awalnya sehingga Bapak
terpikirkan menggunakan media internet dalam menyebarluaskan bahasa Jawa?"
Pada
awalnya merupakan rekomendasi Kongres Sastra Jawa untuk mengembangkan dan
menyiarkan sastra Jawa secara lebih luas dan media yang paling efektif untuk
memperluas persebarannya yaitu internet. Maka, dibuatlah website atau laman
sastrajawa.co setelah KSJ ketiga di Bojonegoro. Sempat beberapa saat tidak
aktif sampai mati tetapi menjelang KSJ ini ada tekad untuk untuk menjaga dan
merawat laman itu.
2. "Tadi
saya sempat membuka sastrajawa.co, isinya adalah artikel-artikel. Apakah tidak
terpikirkan untuk memuat karya lain seperti geguritan? Tadi Bapak juga mengajak
untuk sama-sama menulis di laman tersebut, tapi bagaimana caranya?"
Caranya
dengan menulis bahasa Jawa kemudian dikirim ke e-mail nabonenar@gmail.com atau kongres.jowo@gmail.com,
yang mengelola adalah saya dan mas Dhoni (ketua panitia KSJ IV). Yang dimuat
ada artikel, crito cerkak atau cerpen, geguritan atau puisi, mengirimkan foto
pun bisa. Misalnya ada foto kegiatan penting atau acara-acara yang berbau
sastra dan budaya Jawa kemudian diberi keterangan itu bisa kami muat di laman
tersebut.
3. " Dalam
pengelolaannya apa yang menjadi halangan atau kesulitan yang dihadapi?"
Karena
itu bukan perkerjaan profesional, dalam arti tidak mendapat bayaran dan hanya
dilakukan di waktu senggang, kemudian sosialisasinya selama ini kurang.
Teman-teman sesama pengarang sastra Jawa pun belum menyadari pentingnya media
itu. Sebagian dari mereka merasa bahwa ketika dia menulis, dimuat di media
masa, kemudian dapat honor, ya sudah selesai. Selama ini memang kita belum
memberikan kontribusi dalam bentuk honor, tapi kita bisa ikut membantu
menyiarkan atau memberitakan, misalnya ada buku baru lalu kedepannya kita akan
ada resensi-resensi buku dan membantu pembaca untuk memilih buku sastra Jawa.
4. "Bagaimana
apresiasi masyarakat dengan laman tersebut?"
Apresiasi
masyarakat belum terlalu, karena masih belum popular dan unggahannya pun
frekuensinya masih jarang. Tapi kita akan bangun terus. Suatu saat tidak
tertutup kemungkinan untuk berkolaborasi dengan industri. Beberapa minggu lalu,
Saya main ke Yogya ke butik atau semacamnya itu. Di sana menjual kaos dengan
ungkapan Jawa, idiom-idiom Jawa seperti “eling tanggane, eling sedulure, eling
omahe”, “mangkat slamet mulih slamet”. Itu idiom-idiom yang ditampilkan dan
Yogya memang tempat budaya seperti itu. Dan kami akan ikut mempromosikan dan
menjual.
5. " Selain
di media sosial, apa media lain yang digunakan? Media cetak misalnya?"
Kami
tidak menggunakan media cetak, justru kita akan membantu media cetak untuk
mempublikasikan terbitan mereka.
6. "Sejauh
ini, karya sastra atau buku apa yang sudah bapak ciptakan?"
Dalam
bentuk buku yang berbahasa Jawa, saya belum. Tapi yang berbahasa Indonesia saya
sudah punya tiga buku, satu buku cerpen dan satu buku novelet.
7. "Bagaimana
proses kreatif Bapak dalam menciptakan karya sastra?"
Banyak
hal, sebetulnya itu seperti kita bercerita dengan teman di suatu tempat, kita
membaca situasi, kita melihat kejadian, kemudian menginspirasi kita untuk bercerita
melalui sastra, tak berbeda dengan jurnalis yang melaporkan dengan hal-hal yang
aktual dengan data-datanya dan dalam sastra kita menyampaikan ide. Jadi,
pesannya yang disampaikan.
8. "Jika
dilihat, anak muda zaman sekarang senang menikmati pertujukan seperti ketopak,
wayang, tetapi tidak mengetahui ceritanya. Bagaimana tanggapan bapak mengenai hal
tersebut berkaitan dengan perkembangan sastra lisan yang lebih maju daripada
sastra tulis?"
Penguasaan
terhadap bahasa Jawa sekarang sudah di ambang titik terendah. Bahkan saya
berpikir lebih banyak dengan bahasa Indonesia. Secara tidak sadar, kita
berpikir menejerjemahkan menggunakan bahasa Indonesia dulu sebelum diucapkan
menggunakan bahasa Jawa. Inilah yang membuat orang tidak lancar dalam
menggunakan bahasa Jawa karena harus berpikir dulu. Itulah yang menjadikan kaum
muda hanya mengapresiasi saja.
Kita dibentuk globalisasi yang memiliki mekanisme untuk membentuk selera kita. Contoh saja, Anda suka makan burger atau pizza. Itu bukan karena enak di lidah Anda tetapi mungkin karena gengsi dan merasa gaul kalau makan makanan itu.
Kita dibentuk globalisasi yang memiliki mekanisme untuk membentuk selera kita. Contoh saja, Anda suka makan burger atau pizza. Itu bukan karena enak di lidah Anda tetapi mungkin karena gengsi dan merasa gaul kalau makan makanan itu.
9. " Apa
harapan bapak untuk generasi muda agar mengenal budayanya?"
Harus
rajin-rajin berguru, menggali sendiri melalui wadah-wadah, misalnya bergabung
dengan sanggar. Yang penting ada kesadaran untuk mengenali diri berikut sejarah
kita, mbah-mbah dulu kita seperti apa, gaya hidup mereka, prinsip-prinsip
pandangan hidup mereka seperti apa. Itu yang haru kita kenali. Jangan mendadak
menjadi orang baru dengan semua asupan baru tanpa ada latar belakang. Itu yang
disebut orang yang sudah terserap akar budayanya.
10. "Bagaimana
tanggapan Bapak mengenai pendapat “Menghidupi keluarga dengan kata-kata” yang
disampaikan Pak Bandung sebagai pembicara tadi? Apakah seorang sastrawan harus
mengabdikan seumur hidupnya untuk karya sastra?"
Itu namanya
kredo atau semboyan. Itu bagus untuk menyemangati kita. Kita tidak harus
seperti itu, tetapi kita bisa memiliki prinsip tersendiri yang pas atau cocok
dengan kita untuk semangat kita. Kredo itu punya potensi atau kekuatan.
Misalnya saja motivator itu menjadi penyemangat ketika kita pegang kata-katanya
dan bahkan kata-katanya dapat menjadi pengingat. Seharusnya setiap orang
memiliki kredo, tetapi tidak harus persis seperti itu. Jadi, disesuaikan dengan
dirinya masing-masing.
Foto bersama Bonari Nabonenar seusai wawancara |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar